Selasa, 22 Maret 2016

Mengapa ada istilah 'ASK RABBI' dalam tradisi Yahudi?

Mengapa Yahudim tidak menafsir langsung saja kitab suci mereka, kan ada banyak applikasi kitab suci yang mudah didapatkan? Mengapa harus bertanya ke para RABBI jika ada yang tidak dipahami dalam kitab suci mereka? Mengapa bisa berbeda dengan umat Kristen sekarang yang suka menafsirkan ayat-ayat kitab suci sendiri?
.
Perhatikanlah gambar di bawah ini. Di abad 1, Agama Judaism terbagi dengan kehadiran Yeshua yang memimpin komunitas baru bernama NAZARENE. Jadi ada jemaah yang terus tunduk kepada para Rabbi PERUSHIM (Farisi) dan ada yang mengikuti pengajaran Rabbi Yeshua. Ada komunitas Farisi dan ada juga komunitas NAZARENE. Rabbi besar Farisi saat itu bernama Gamaliel, guru yang mengajar Mar Shaul (Paulus). Mar Shaul sendiri adalah seorang rabbi Farisi tadinya sebelum murtad ke Nazarene. Selain memuridkan Mar Shaul, Rabbi Gamaliel memuridkan banyak murid yang juga DITAHBISKAN (Smikha) menjadi rabbi-rabbi. Seperti rabbi pada umumnya, Yeshua sering bertanya jawab dengan para murid-Nya. Murid bertanya, Rabbi menjawab! Tidak ada murid yang sok tahu dengan memberanikan diri menafsirkan ayat-ayat kitab suci saat itu (HaTorah dan tulisan para nabi). Semua murid bertanya kepada rabbi-rabbi mereka. Begitulah tradisinya.
.
Saat Bait Suci II Yerusalem hancur ditangan Romawi pada th 70 Masehi, peribadatan umat Yahudi tidak lagi bisa dilaksanakan di dalam Bait Suci. Peranan Imam-imam Lewi sendiri makin lama makin menghilang sehingga peran para Rabbi dalam mengajar semakin besar. Semua jemaah Yehudim tidak lagi pergi ke Bait Suci, melainkan ke sinagoge-sinagoge untuk dilayani oleh rabbanim tersebut. Rabbi mentahbiskan murid mereka menjadi rabbi penerus, sehingga ada MATA RANTAI TAHBISAN (Smhikha). Kendati mata rantai ini sempat putus akibat banyak rabbi yang wafat saat pecah perang Bar Kokhba th 132-135, Tahbisan LeRabbanuth (Tahbisan Kerabian) dilanjutkan kembali dan sampai sekarang semua rabbi Yahudi pastilah DITAHBISKAN DAHULU BARU BOLEH MENGAJAR. Jemaat Yahudi, seperti dahulu, boleh memilih untuk ikut dan tunduk pada rabbi mana sesuka hati mereka. Mereka belajar dan BERTANYA KEPADA RABBI (ASK RABBI).
.
Sementara dalam NAZARENE, semenjak kabangkitan dan kenaikan Rabbi Yeshua ke Shamayim (LAI: Sorga), Yeshua disebut sebagai juga sebagai Sang KOHEN HAGADOL MELKISEDEK seperti yang tercatat di dalam Kitab Ibrani, yg kemungkinan ditulis oleh Mar Shaul. 
.
Ibr 5:10 dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Alaha, menurut peraturan Melkisedek.Ibr 6:20 di mana Yeshua telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.
.
Imam Besar Yeshua MENTAHBISKAN para murid-Nya menjadi imam-imam penerus-Nya. Para murid awal kemudian DITAHBISKAN (Smikha HaSlikanuth=Tahbisan Keimamatan/Kerasulan) shg mereka bisa melayani umat. Mereka yang ditahbiskan dengan ritual qadishot (sakramen) pentahbisan khusus ini resmi menjadi IMAM-IMAM pewaris otoritas Yeshua. Semua jemaat tunduk pada Imam-imam, mereka tidak pernah tunduk pada Rabbanim Farisi. Para Imam di abad 1, memiliki berbagai hak, salah satunya adalah MENTAHBISKAN KEMBALI PENERUSNYA. Di abad 2 barulah ada pemisahan, ada Imam dan Uskup (Ibr: Mebaqqer). Uskup adalah jenjang 1 level di atas Imam yang berhak MENTAHBISKAN, sementara Imam tidak punya. Sejak abad 1, Tahbisan Rasuliah ini TIDAK PERNAH PUTUS seperti tahbisan rabbanim Farisi. Para Imam dan Uskup yang menerima tahbisan rasuliah terus memimpin jemaat Tuhan di berbagai Gereja Rasuliah (Apostolic Churches) yang mereka dirikan saat mereka menyebar ke berbagai belahan bumi dalam misi penginjilan. Semua jemaat Maran selalu dipimpin oleh para imam-uskup. Tanpa adanya Uskup maka tidak akan ada jemaat. Jemaat tanpa uskup, seperti anak ayam kehilangan induk. Uskup adalah tempat bertanya jemaat (ASK BISHOP).
.
Begitulah Tradisi ASK RABBI dan ASK BISHOP di dalam ajaran Farisi dan Nazarene. Tradisi jemaat menafsirkan ayat sendiri di dalam Kekristenan (Aram: Mshikanuh) itu baru dimulai di abad 16, di mana Martin Luther mengajarkan untuk MEMBUANG TRADISI, MEMBUANG TAHBISAN dll. Sola Scriptura hasil pemikirannya hanya menekankan semua jawaban ada di dalam Kitab Suci. Jadi, pengikutnya berbondong-bondong untuk memiliki kitab suci untuk dbaca sendiri, dipelajari sendiri, ditafsirkan sendiri, BERBEDA DENGAN ROHANIAWANNYA TIDAK APA-APA. Tidak pernah ada tradisi ASK IMAM karena semua jemaat adalah imam secara otomatis. Ini pengajaran BARU DALAM KEKRISTENAN, berbeda dengan yg awal. 
.
Para murid NAZARENE yang ada di berbagai Gereja Rasuliah memahami pentingnya PEMURIDAN. Murid itu belajar, bertanya, tidak mengajar! Pemuridan adalah sekolah iman. Kalau tidak tahu, tidak berdoa, tidak merem menunggu suara dari langit! Kalau murid tidak tahu, maka murid itu HARUS BERTANYA KEPADA USKUP. Para murid Nazarene tidak pernah ikut-ikutan masuk STT (Sekolah Tinggi Teologia), mengapa? Karena sekolah macam ini dipimpin oleh Para Sarjana bukan Imam-Uskup! Pendidikan para Sarjana adalah PRODUK ABAD 15, PRODUK ERA SKOLASTIK. Pemuridan jemaat perdana selalu dipimpine oleh para uskup, ini sudah ada sejak abad 1. Semua murid yang dipandang bisa menjadi penerus Imam-Uskup akan masuk SEMINARI bukan STT! Seminari berbeda dengan STT, ada perbedaan sejauh langit-bumi antara SEMINARI Nazarene dan STT kaum penganut Sola Scriptura. STT tida pernah mengajarkan TRADISI! STT ANTI TRADISI! ANTI ORAL TORAH! ANTI AJARAN KUNO! Para Sarjana pandai itu dilatih untuk pandai berdebat teologia untuk mempertahankan Tesis mereka di hadapan Sarjanawan lainnya. Mereka menekuni kitab-kitab YG MEREKA TIDAK TULIS dan TIDAK PELIHARA. 
.
‪#‎pemuridan‬ ‪#‎tradisi‬ ‪#‎STT‬ ‪#‎askRABBI‬ ‪#‎askBISHOP‬

ARTIKEL TERKAIT:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar